~ A R R O H I M ~

Jumat, Oktober 17, 2008

Muhammad

…TRUE IKHWAN…

Seorang remaja pria bertanya pada ibunya,
Ibu ceritakan kepadaku tentang ikhwan sejati.
Sang ibu tersenyum dan menjawab

Ikhwan sejati bukanlah dilihat dari bahunya yang kekar
Tetapi dari kasih sayangnya pada orang disekitarnya

Ikhwan sejati bukanlah dilihat dari suaranya yang lantang
Tetapi dari kelembutannya mengatakan kebenaran

Ikhwan sejati bukanlah dari jumlah sahabat disekitarnya
Tetapi dari sikap bersahabatnya pada generasi muda bangsa

Ikhwan sejati bukanlah dilihat dari bagaimana ia dihormati di tempat kerjanya
Tetapi bagaimana dia dihormati di dalam rumah

Ikhwan sejati bukanlah dilihat dari kerasnya pukulan
Tetapi dari sikap bijaknya memahami persoalan

Ihkwan sejati bukanlah dilihat dari dadanya yang bidang
Tetapi dari hati yang ada di balik itu

Ikhwan sejati bukanlah dilihat dari banyaknya akhwat yang memuja
Tetapi dari komitmennya terhadap akhwat yang dicintainya

Ikhwan sejati bukanlah dilihat dari jumlah barbel yang dibebankannya
Tetapi dari tabahnya dia menjalani lika-liku kehidupan

Ikhwan sejati bukanlah dilihat dari kerasnya dia membaca al-Quran
Tetapi dari konsistensinya dia menjalankan apa yang ia baca

Setelah itu ia kembali bertanya:
“Siapakah yang dapat memenuhi kriteria seperti itu ibu?”
Sang ibu pun memberinya buku dan berkata:
“Pelajari tentang dia,” Ia pun mengambil buku itu.
“MUHAMMAD” judul yang tertera di buku itu.

diposting dari majalah kampus tahun 2005

Senin, Oktober 06, 2008

sholat yuk ?

Betapa Beratnya Sholat

Untuk melakukan sholat tidak sampai 5 menit sudah selesai atau paling lama 10 menit, namun kenapa untuk melakukannya terasa sangat berat, seperti ada yang “menggondeli” lutut saya ini. Padahal menghadap laptop, saya kuat berjam-jam hanya untuk nge-blog, browsing, atau chatting, bahkan kalau tidak ingat kewajiban sebagai suami, saya pun kuat untuk tidak “ketemu” isteri saya, ha,.. ha,..

Pekerjaan saya yang menuntut harus tinggal jauh dari isteri terkadang membuat saya ingin berbuat semaunya sendiri, termasuk berlama-lama di depan laptop dan hampir selalu “lupa” kewajiban terhadap sang Khalik (pencipta alam). Di tempat kost yang kebetulan saya diizinkan tinggal di rumah dinas bersama bos saya, tidak ada yang “berani” “ngarohi” (mengingatkan) akan kewajiban ini, termasuk bos saya yang kebetulan satu angkatan, mungkin beliau sungkan terhadap saya. Pikir beliau, masak sudah “daplok” (sudah tua) masih harus diberitahu.

Namun terkadang saya merasa “ewuh” (sungkan) terhadap bos saya sehingga suatu saat saya kadang-kadang menjadi rajin sholat walaupun masih sering tidak tepat waktu. Sudah mau sholat saja sudah bagus, kok, kalau pun masih terlambat atau tidak tepat waktu, ya dimaklumi saja, he he.

Begitu pula jika pulang ke rumah pada hari Minggu (libur), saya sering mendapat teguran dari isteri jika tidak mengerjakan sholat, ya akhirnya jadi “agak” rajin sholat. Takut anak-anak kami mencontoh kelakuan saya yang tidak mengerjakan sholat.

Walaupun awalnya dari rasa ewuh dan sungkan, semoga sholat saya menjadi lebih baik dari yang kemarin-kemarin, mohon doanya saja dari pengunjung. Namun doa saja dari pengunjung tidak akan berarti apa-apa jika saya sendiri tidak mau berusaha, he he

Walaupun saya sendiri bukan ahli sholat, tidak ada salahnya untuk memberikan tips agar tidak malas untuk mengerjakannya. Jika ada yang kurang pas, mohon para pengunjung untuk dapat menambahkan pada kolom komentar.

Selasa, September 30, 2008

met' lebaran indonesia

http://www.taktiku.com

Kamis, September 25, 2008

Cerpen Renungan (3)


Mendadak Ngemis (3, Habis)

Pengemis dadakan bahagia membagikan uang untuk lebaran keluarga. Ada juga penyesalan.

SAMBIL mengisap rokok kretek, Rudi bercerita tentang keluarganya di kampung. Tuntutan dan kebutuhan hidup yang tinggi memaksanya menjadi pengemis dadakan. Ayahnya bekerja pada pengusaha tambak tidak jauh dari desanya. Ibunya membuat kerupuk dari kulit ikan yang dititipkan di warung-warung sekitar rumahnya.

Keluarga di rumah tidak tahu Rudi ke Jakarta untuk mengemis. Mereka hanya tahu Rudi bekerja serabutan selama Ramadan. "Bapak juga nggak pernah tanya-tanya saya kerja apa. Gerobak saya titipkan di desa tetangga," katanya.

Rudi mengaku sadar mengemis merupakan pekerjaan nista, atau setidaknya begitulah anggapan sebagian orang. Namun, impian memegang banyak uang pada saat hari raya tiba harus dibayar dengan kesengsaraan selama sebulan penuh.

Saat Lebaran tiba orang tua dan calon istrinya begitu gembira menerima uluran uang darinya. Wajah-wajah ceria itu membuatnya tidak merasa berat menjadi pengemis dadakan.

"Semua susah jadi lunas kalau sudah lihat keluarga bangga. Calon istri di kampung juga seneng," katanya. "Tapi saya nggak mau ngajak-ngajak orang untuk ngemis. Saya saja sudah merasa salah banget menempuh jalan ini. Jadi, nggak ngajak orang lagi." (Habis)

Cerpen Renungan (2)


Mendadak Ngemis (2)

"Biar orang-orang kasihan, saya pakai air tape buat dioles ke muka, tangan, dan kaki. Itu buat ngundang lalat."

RUDI bercerita mengapa membawa gerobak untuk mengemis. "Baru tahun kemarin saya pake gerobak, karena irit. Kalau untuk MCK, kan banyak WC umum," katanya.

Selama mengemis di Jakarta Rudi belum pernah terjaring petugas Satuan Polisi Pamong Praja. Dia licin menghindari razia. Setiap malam dia berpindah tempat. Terkadang dia mengemis di kawasan Kelapa Gading, hari berikutnya sudah mangkal di Atrium Senen. Begitu seterusnya."Wah ojo ngasilah (jangan sampai) ketangkap," katanya waswas.

Beberapa hari yang lalu Rudi hampir terjaring operasi Satpol PP. Namun keberuntungan masih berpihak kepadanya. Dengan cekatan dia berhasil melarikan diri. "Harus pinter-pinternya kitalah. Pindah-pindah. Kemarin hampir kena garuk, tapi saya sudah lari duluan. Gerobak saya umpetin di rumah orang, saya pura-pura nongkrong di warteg," ceritanya penuh semangat.

Rudi mengaku kesulitan jika harus memasang tampang memelas saat mengemis. Dia pun membuka "rahasia dagang" dalam menarik simpati. "Biar orang-orang kasihan, saya pakai air tape buat dioles ke muka, tangan, dan kaki. Itu buat ngundang lalat. Ya... kadang-kadang pakai menggigil segala. Tapi kalau hujan memang dingin banget," katanya.

Sejak baru mengemis di Jakarta Rudi memang akrab dengan panas, hujan, dan dingin udara. Dia pernah jatuh sakit. Waktu itu hujan mengguyur Jakarta selama dua hari. Badannya yang tegap tunduk pada cuaca dan lingkungannya. Rudi terserang flu dan demam yang mengharuskannya ke dokter klinik. Tak lama berselang dia terserang diare. Kondisi tubuh yang tidak fit justru dimanfaatkan Rudi untuk menarik simpati. Dia duduk di depan gerobaknya dengan topi terbalik. Dan, hari-hari sakitnya menjadi puncak penghasilannya. (Bersambung)

Sabtu, September 20, 2008

cerpen renungan (1)


Mendadak Ngemis (1)

Bulan Ramadan juga berarti bulan penuh berkah bagi pengemis dadakan. Mereka punya beribu trik untuk menghindari petugas.

LELAKI muda tinggi dan besar itu sedang makan di samping gerobak berukuran 1x2 meter. Sepintas orang tidak akan mengira jejaka 28 tahun itu pengemis. Sehari-hari Rudi yang tamatan SMA bekerja sebagai buruh penggilingan padi terbesar di sebuah kecamatan di Kendal, Jawa Tengah.

Muhammad Sahruddin alias Rudi, demikian dia biasa disapa, menjadi pengemis musiman sejak dua tahun silam. Dia membawa gerobak untuk tempat tidur serta peralatan lain seperti terpal kecil, tikar, payung, dan pakaian. Anak kedua dari empat bersaudara ini tidak lupa menyiapkan peralatan untuk mengemis.

Pria ini berangkat dari Kendal ke Jakarta naik kereta barang. “Soalnya kalau naik kereta barang lebih murah. Paling-paling ngadepin preman-preman kereta, dikasih seribu rupiah juga mingkem (diam),” ujarnya.

Awalnya pria berkulit hitam ini juga tidak menduga dia berani memilih profesi peminta-minta. Karena tergiur keberhasilan dua kawan sedesanya, akhirnya pekerjaan itu dilakoni juga. “Mulanya itu temen saya sekampung, si Dedi ngilang pada bulan puasa. Sebulan dicari keluarganya, eh pas dua hari setelah Lebaran muncul. Bawa duit banyak lagi. Terus dia cerita kerja di Jakarta. Nah, habis itu saya tertarik,” ujarnya.

Pada tahun ketiga ini Rudi berharap memperoleh hasil lebih besar dari tahun lalu. Tahun lalu dia berhasil mengantongi Rp 4 juta. Uang tersebut digunakan untuk bersenang-senang pada hari raya. Bahkan dengan penghasilannya itu Rudi dapat membeli telepon selular berkamera yang dipakainya sampai sekarang. “Duitnya buat traktir saudara-saudara sama kasih bapak saya,” katanya.

Asyik mengobrol tiba-tiba ada bunyi getaran. Dengan malu-malu Rudi mengeluarkan ponselnya. Setelah itu dia melanjutkan cerita sambil membuka pesan pendek yang masuk ke telepon genggamnya. ”SMS dari bapak saya,” katanya. (Bersambung)

yuuuk kita sedekah


Sedekah Jangan Abaikan Martabat Orang Miskin

VHRmedia, Jakarta - Pemberian sumbangan hendaknya tidak mengabaikan martabat warga miskin. Dengan demikian penerima tidak terbebani identitasnya sebagai warga miskin ketika mendapat sumbangan.

Hal tersebut dikatakan sosiolog Universitas Indonesia Imam B Prasodjo dalam diskusi di gedung Dewan Perwakilan Daerah, Jumat (19/9). Menurut Imam, pengabaian martabat warga miskin dengan cara memberikan sumbangan yang melibatkan banyak orang akan menimbulkan demoralisasi. Sebab, warga yang tidak termasuk miskin akan terdorong untuk tidak malu menerima sedekah. "Orang mampu jadi tidak punya rasa malu," katanya.


Imam Prasodjo mengakui adanya hasrat kepuasan ketika memberikan sedekah langsung kepada warga yang jumlahnya banyak, seperti yang dilakukan Haji Syaikhon di Pasuruan. Namun hendaknya pemuasan itu tidak merugikan orang lain.

Pendiri Dompet Dhuafa Eri Sudewo menganjurkan pemerintah membentuk lembaga independen yang mengatur pengumpulan zakat, infak, dan sedekah. Lembaga tersebut dapat berfungsi seperti bank sentral yang menjadi pusat lembaga-lembaga pengumpul zakat. "Pemerintah jangan turun langsung," ujarnya.

Menurut Eri Sudewo, independensi lembaga tersebut harus dijaga, karena Badan Amil Zakat Nasional sebagai lembaga pengumpul zakat resmi yang dibentuk pemerintah selama ini bermasalah karena ruwetnya birokrasi. Kebijakan yang tidak jelas menyebabkan kinerja lembaga itu tidak efektif. "Masalahnya ada di Departemen Agama," kata Eri Sudewo yang pernah bekerja di Badan Amil Zakat Nasional. (E1)

THR Kita Kapan ?

THR Wajib Dibayar 2 Minggu Sebelum Lebaran

VHRmedia, Surabaya - Pemerintah Provinsi Jawa Timur memperingatkan para pengusaha agar membayar tunjangan hari raya paling lambat dua minggu sebelum Idul Fitri 1429 H. Pemprov telah membuat surat edaran kepada pengusaha di seluruh kabupaten dan kota di Jatim.

Pjs Gubernur Jatim Setia Purwaka mengatakan, keputusan tersebut sudah sesuai UU Ketenagakerjaan. " Surat itu sudah saya tanda tangani dua hari lalu, tinggal mengirimkan kepada para pengusaha," kata Purwaka, Selasa (2/9).

Dia mengingatkan para pengusaha mematuhi surat edaran tersebut. Pengusaha yang tidak taat aturan, apalagi sampai tidak memberikan THR, akan ditindak tegas. "Saya harapkan para pengusaha menaati peraturan. Saya juga akan membentuk tim untuk mengawasi pemberian THR," ujarnya.

Sekretaris Wilayah Kongres Aliansi Serikat Buruh Indonesia Jatim Jamaluddin mengatakan, pemerintah harus segera mensosialisasikan pembayaran THR kepada pengusaha di Jawa Timur. "Proses sosialisasi harus dilakukan sesegera mungkin. Jika ini dilakukan, saya yakin tidak ada alasan bagi para pengusaha untuk mengelak dari kewajiban memberikan THR."

Jamaluddin mendesak pemerintah mengawasi pemberian hak THR. Sebab, berdasarkan pengalaman banyak pengusaha mencari-cari alasan untuk tidak membayarkan THR atau mengurangi besarannya. Padahal, berdasar UU 13/ 2003 tentang Tenaga Kerja, karyawan yang menjalani proses PHK dan belum mendapatkan kekuatan hukum tetap, serta buruh outsorching, tetap berhak mendapatkan THR. (E4)

THR kita kapan ?

Jumat, September 19, 2008

Lebaran milik kita bersama

Orang Miskin Dilarang Lebaran?
Penulis : anak bangsa

Sampai detik ini, saya masih ingat kasus seorang ibu yang digelandang petugas keamanan sebuah Mal di Jakarta, karena kedapatan mencuri beberapa pasang pakaian anak dan menyembunyikannya di balik pakaiannya. Ketika ditanya motif pencurian yang dilakukannya, sambil menangis minta ampun, si ibu berkata, "Anak saya menangis setiap hari minta baju lebaran. Orang miskin seperti saya, punya uang dari mana untuk membelinya?"

Itu kasus yang terjadi dibulan Ramadhan. Bahwa kemudian di sebuah harian nasional, kasus serupa diberitakan kembali, lagi-lagi terjadi di bulan Ramadhan, menjelang lebaran.

Sampai hari ini, saya belum mendengar atau membaca berita yang samadi televisi, dan semoga saja tidak ada kasus demikian. Walau pun saya harus bersiap kemungkinan mendapati berita serupa, bahkan mungkin tidak satu kasus. Bisa dua, empat, atau tak terbilang kasus serupa di berbagai tempat. Kasus yang saya duga itu hanya sebuah contoh. Artinya, ada banyak kasus serupa dengan motif yang tidak berbeda terjadi di banyak tempat, di banyak Mal, di banyak kota di Indonesia. Mungkin, kebetulan kasus lainnya itu tidak tertangkap media. Atau justru banyak pencuri-pencuri dadakan itu -terpaksa mencuri karena anak mereka minta baju lebaran- tidak tertangkap.

Lebaran memang sebuah fenomena. Bagi orang-orang mampu, lebaran layaknya pameran status sosial. Rumah mereka kembali seperti baru menjelang lebaran, seluruh anggota keluarga mengenakan pakaian serba baru dan mahal, hidangan di meja makan pun beraneka ragam dan bentuk. Tak cukup satu lauk, bisa disebutkan hingga empat macam lauk siap disantap. Belum lagi makanan kecil, kue lebaran, dan jenis es segar menemani kehangatan silaturrahim hari raya. Dan yang tak pernah ketinggalan, anak-anak kecil mereka berlomba mengumpulkan uang "salam tempel" atau "hadiah lebaran". Tak jarang mereka menghitung bersama, untuk menunjukkan jumlah yang mereka dapat lebih banyak dari anak lainnya.

Bagaimana dengan orang-orang di luar mereka? Kelas menengah, masihlah boleh berbahagia. Meski tak semahal dan sebanyak pakaian orang-orang kelas atas, mereka masih bisa berbaju baru, bersepatu baru. Kue-kue masih tersedia di ruang tamu, begitu juga ketupat lebaran dan rendang daging. "Setahun sekali," ujar mereka beralasan.

Termasuk soal "angpaw" lebaran, meski sedikit, tetap saja mampu membuat anak-anak itu tersenyum. Setidaknya mereka bisa membeli mainan yang sudah lama diidamkan, tidak perlu merengek dan menggelendoti kantong orangtua mereka. Dengan uang yang tak seberapa itu, seolah mampu membeli semua keinginan mereka yang selama ini sekadar mimpi.

Bagaimana nasib orang-orang miskin? Anak yatim? Ada yang terpaksa mencuri dan mengambil resiko berlebaran di balik jeruji demi keceriaan anak mereka di hari raya. Bagi mereka yang tetap sederhana dan menerima kenyataan, cukuplah nasi dan air putih tetap tersedia. Kalau pun boleh berharap, seikat ketupat kiriman dari tetangga akan menghiasi dapur mereka. Setidaknya, ada nuansa lebaran di rumah mereka dengan hadirnya tiga-empat belah ketupat di dapur.

Kue lebaran? Nanti dulu. Justru mereka yang akan mendatangi rumah-rumah orang mampu. Gayung bersambut karena biasanya orang-orang kaya akan menggelar "open house" untuk para tetangganya. Di saat seperti inilah, orang-orang miskin akan merasa lebaran juga diperuntukkan bagi mereka. Untuk anak-anak, selain mencicipi, dan sedikit memenuhi kantong-kantong mereka dengan aneka kue lebaran, bolehlah berharap ada jatah "angpaw" dari tuan rumah. Jadilah mereka rajin mencium tangan para dermawan hari raya itu, "Ya, setahun sekali."

Ah, lebaran memang fenomenal. Berbagai lapisan masyarkat merayainya dengan caranya masing-masing. Ya si kaya, juga si miskin. Jadi, kata siapa orang miskin dilarang lebaran? Mereka tak terima THR, tak berbaju baru, tak punya kue lebaran, tak ada ketupat, tapi mereka punya harapan bertemu orang-orang yang akan membagi keceriaan hari raya. Semoga, harapan itu mampu terjawab di hari raya ini.

Amiin Ya Robbal 'Alamiin.................

Kamis, September 18, 2008

GePeng Ramadhan

Para gelandangan dan pengemis (gepeng) menyerbu sejumlah kompleks perumahan dan kawasan jalan protokol di Kota Jakarta. Mereka berupaya untuk mengais rezeki menjelang bulan puasa, sehingga merepotkan petugas setempat.

Para gepeng sengaja mendatangi rumah penduduk dengan tujuan meminta belas kasihan seperti di kompleks perumahan.
Namun para gepeng itu tidak dapat melakukan kegiatan di kompleks perumahan yang memiliki satuan pengamanan (satpam) yang dikelola pengembang, karena dilarang memasuki areal dengan alasan keamanan dan ketertiban.

Pada pintu depan perumahan ada pula yang sengaja memasang pengumuman bahwa kepada gepeng dilarang masuk karena dianggap menganggu pemilik rumah.
Selain itu, di perempatan jalan utama yang memiliki lampu merah di kota ini seperti Jalan Iman Bonjol, Jalan Gatot Subroto, Jalan Proklamasi, Jalan M. Toha serta Jalan KH. Hasyim Azhari juga merupakan sasaran tempat untuk meminta bagi gepeng kepada pengendara yang kebetulan melintas.

Akibat banyaknya gepeng di perempatan jalan, maka beberapa waktu lalu, dua pengemis di tempat terpisah terserempet sepeda motor karena meminta di bahu jalan, meski tidak menderita cedera berat, namun pengendara berupaya mengobati.

Demikian pula, seorang gepeng di perempatan jalan M. Toha tertabrak angkutan kota akibat meminta di lampu merah yang sedang menyala hijau. Walau tidak mengalami luka serius, tapi sopir bertanggungjawab memberikan pertolongan dengan membawa ke puskesmas setempat.
Setiap pekan menjelang puasa, jumlah mereka terus bertambah, dalam catatan pihak LSM pemerhati sosial, sekitar 30 hingga 50 gepeng mendatangi kota ini, sehingga terlihat pemandangan yang berbeda dari hari biasa.

Para gepeng itu kebanyakan berasal dari kawasan pantai utara Jawa Barat seperti dari Karawang, Indramayu, Cirebon dan Pemalang, Brebes dan Tegal dan Bumiayu, Jawa Tengah serta adapula dari Lebak dan Pandeglang.

Pengemis ada pula yang sengaja menggendong anak kecil mendatangi rumah penduduk dan kadang berpura-pura menderita cacat fisik dengan penampilan pakaian lusuh.

Anak Manusia

SEJARAH MANUSIA

Segala aktivitas manusia ternyata direkam oleh alam sekitar kita. Ada tiga rekaman yang berlangsung selama hidup kita. Yang pertama adalah rekaman oleh struktur alam. Yang ke dua rekaman oleh struktur otak. Dan yang ke tiga adalah rekaman oleh struktur genetika.

Setiap perbuatan, kata-kata, dan sikap hati kita setiap hari direkam oleh otak dan struktur genetika. Rekaman oleh otak bisa kita buktikan dengan cara sederhana. Bahwa otak kita ternyata memiliki daya ingat alias memori. Ini seperti pita kaset saja layaknya. Atau, lebih cocok, adalah rekaman digital yang dewasa ini semakin lumrah kita gunakan.

Setiap kita berbuat, maka kita menjadi ingat bahwa kita pernah berbuat itu. Setiap kata yang kita ucapkan juga kita ingat, dan suatu ketika akan muncul kembali di lain waktu. Kalau pun kita tidak mengingatnya - entah karena lupa - maka orang lainlah yang bakal mememorikan di dalam otak mereka.

Misalnya, ketika kita berbuat jahat kepada orang lain. Mungkin kita sudah lupa kalau kita berbuat jahat kepadanya, akan tetapi ia selalu ingat bahwa kita pernah berbuat jahat kepadanya. Dan, kalau pun kita semua sudah lupa, maka memori bawah sadar kitalah yang bakal merekam semua yang kita lakukan itu.
 
Otak merekam segala peristiwa yang kita alami dan kemudian akan kita ingat selama kita masih hidup. Atau sampai suatu ketika nanti, saat kita dibangkitkan kembali di hari pengadilan. Tapi struktur genetika kita ternyata bisa merekam segala kejadian yang menimpa kita secara lintas generasi. Kenapa demikian? Karena sifat-sifat yang terkandung dalam struktur genetika kita itu ternyata diwariskan kepada anak keturunan kita.

Jadi struktur genetika kita yang sekarang ada di dalam tubuh ini adalah warisan orang tua kita. Separo berasal dari bapak, dan separonya dari ibu. Demikian pula yang dimiliki oleh orang tua kita, berasal dari orang tua mereka, separo dari bapak, separo dari ibu. Demikian selanjutnya. Struktur genetika kita itu mengandung gen-gen nenek moyang kita. Entah berapa persen dari yang ada pada diri kita itu, adalah gennya manusia pertama.

Dengan kata lain, struktur gen di dalam tubuh kita ini merekam sejarah manusia secara beruntun ke masa lalu. Ia mewariskan sifat-sifat dan 'pengalaman' orang-orang tua kita di jamannya. Lho, benarkah gen ini merekam 'pengalaman' mereka? Bukankah gen hanya mewariskan sifat-sifat dasar saja?

Dulu dikira begitu. Dikira gen-gen di dalam tubuh kita ini hanya mewariskan sifat-sifat dasar - bahkan hanya sifat fisik - saja. Ternyata penelitian mutakhir menunjukkan semua itu tidak benar. Struktur gen kita ternyata bisa merekam berbagai kebiasaan dan tingkah laku yang kita miliki. Ia merekam karakter dan watak. Ia merekam pola pikir. Ia merekam berbagai sifat yang secara berulang-ulang kita lakukan dalam hidup kita.

Ini benar-benar mengubah cara pandang kita terhadap gen. Bahwa kualitas gen sangat dipengaruhi oleh bukan hanya kualitas fisik, melainkan juga sikap mental yang kita jalani semasa hidup...! Dia memperkenalkan teori 'nyala-padam' yang telah saya singgung di depan.

Kebiasaan bersikap baik ternyata menghasilkan suatu mekanisme yang mempengaruhi gen-gen kita agar berkualitas baik pula. Sebaliknya kebiasaan bersikap buruk, juga bakal mempengaruhi kualitas gen kita menjadi buruk.
 
Menariknya, berpikir positif bisa menyalakan gen-gen positif. Sedangkan berpikir negatif bakal menyalakan gen-gen negatif. Jika kita berpikir negatif, maka gen-gen negatif itu bakal menyulut reaksi-rekasi biokimia yang negatif pula dalam diri kita. Kita pun sakit, karenanya.

Apa maksud dari semua yang saya jelaskan tentang mekanisme genetika ini? Saya ingin mengajak pembaca untuk memahami bahwa gen-gen kita itu ternyata bisa dipengaruhi oleh sikap mental kita, dan berbagai peristiwa yang terjadi dalam pengalaman hidup kita.

Celakanya, jika hal itu terus menerus terjadi, pengaruhnya akan bersifat permanen dan terekam di dalam struktur gen. Dan kemudian diwariskan kepada generasi berikutnya. Anak-anak kita. Di antaranya sebagai penyakit-penyakit keturunan dan sifat-sifat bawaan. Kecenderungan itu akan muncul seiring dengan situasi dan kondisi yang mempengaruhinya.

Maka kita melihat, bahwa pengalaman dan sejarah hidup orang-orang terdahulu ternyata terekam secara beruntun di dalam gen-gen kita sebagai generasi terkini. Dengan kata lain, peristiwa-peristiwa yang terjadi di generasi terdahulu tercatat di dalam struktur genetika generasi sesudahnya. Kalau kita runut terus ke masa lalu, maka kita akan mendapati bahwa seluruh sejarah kehidupan manusia masa lalu ternyata terekam di struktur genetika manusia sekarang. Termasuk gen-gen manusia generasi pertama. Atau pun gen-gen makhluk hidup sebelum mereka.

Jika benar, manusia ini berasal dari makhluk yang lebih rendah derajatnya dibandingkan dengan manusia, mestinya gen-gen mereka terekam dan terdapat di struktur genetika manusia masa kini...

Akan tetapi mereka sangat bersemangat, karena di dalamnya terkandung informasi yang sangat menakjubkan. Di antaranya, adalah rekaman sejarah tentang asal-usul kehidupan manusia mulai dari generasi awal sampai generasi terkini.

Data-data fosil yang selama ini menjadi andalan para ahli palaentologi untuk merekonstruksi asal-usul kehidupan manusia agaknya bakal menjadi data sekunder belaka, di masa depan. Karena, rekaman sejarah kemanusiaan mulai terkuak dari penelitian biomolekuler dalam struktur genetika kita sendiri...

Santai Yuuk



Ingin Tahu Berat Situs Anda?...Masukkan Alamat Situs Anda Pada Kotak Di Bawah Ini !...
Load Test - Submit Plus Load Test - Enter URL (60 sec):